marga

Selasa, 27 Desember 2011

Buletin Komipa: NII MERUPAKAN ANCAMAN KEDAULATAN NKRI

Buletin Komipa: NII MERUPAKAN ANCAMAN KEDAULATAN NKRI: Oleh : Bung Erwin Hulu Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar, terutama berkaitan dengan gerakan reformasi,serta perubahan Undan...

Rabu, 21 Desember 2011

LEGENDA SIRAJA BATAK

Konon di atas langit (banua ginjang, nagori atas) adalah seekor ayam bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar kupu-kupu besar, namun telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti bagaimana dia mengerami 3 butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia bertanya kepada Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga telur tsb menetas.
Mulajadi Na Bolon berkata, "Eramilah seperti biasa, telur itu akan menetas!" Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut karena ia tidak mengenal ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia bertanya kepada Mulajadi Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH memberi nama ketiga makhluk (manusia) tsb. Yang pertama lahir diberi nama TUAN BATARA GURU, yang kedua OMPU TUAN SORIPADA, dan yang ketiga OMPU TUAN MANGALABULAN, ketiganya adalah lelaki.
Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka memerlukan seorang pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon mengirimkan 3 wanita cantik : SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang melahirkan 2 anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN DEBATA GURU MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan SIBORU DEAK PARUJAR. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU PAROROT yang melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA sedangkan anak ketiga, Ompu Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang melahirkan TUAN DIPAMPAT TINGGI SABULAN.
Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5 namun karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta). "Tidak apa apa, berilah nama SIRAJA ENDA ENDA," kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru menanyakan bagaimana agar anak-anak mereka dikawinkan.
"Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau dikawinkan kepada laki-laki mana?" tanya Tuan Batara Guru.
"Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI dikawinkan dengan anak saya Siraja Enda Enda. Mas kawin apapu akan kami penuhi, tetapi syaratnya putri abang yang mendatangi putra saya," kata Tuan Soripada agak kuatir, karena putranya berwujud kadal.
Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang ditentukan Siboru Sorbajati mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum masuk, dari luar ia bertanya apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda mengatakan benar, dan ia sangat gembira atas kedatangan calon istrinya. Dipersilakannya Siboru Sorbajati naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya Siboru Sorbajati karena lelaki calon suaminya itu ternyata berwujud kadal.
Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya Datu Tantan Debata.
"Lebih baik saya mati daripada kawin dengan kadal," katanya terisak-isak.
"Jangan begitu adikku," kata Datu Tantan Debata. "Kami semua telah menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin yang sudah diterima ayah akan kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak jadi istri Siraja Enda Enda."
Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun karena terus-menerus dibujuk, akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia minta agar menggelar "gondang" karena ia ingin "manortor" (menari) semalam suntuk.
Permintaan itu dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru Sorbajati manortor di hadapan keluarganya.
Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai aneh, tiba-tiba ia melompat ke "para-para" dan dari sana ia melompat ke "bonggor" kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya mendadak tertancap ke dalam tanah dan hilang terkubur!
Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon menantunya hilang terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru memberikan putri ke-2 nya, Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda.
Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. "Sorry ya, apa lagi saya," katanya.
Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi syaratnya orang tuanya harus menggelar "gondang" semalam suntuk karena ia ingin "manortor" juga. Sama dengan kakaknya, menjelang matahari terbit tortornya mulai aneh dan mendadak ia melompat ke halaman dan menghilang ke arah laut di benua tengah (Banua Tonga).
Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya dan ketika burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat berpijak.
Sayangnya, tanah yang dibawa burung layang-layang hancur karena digoncang NAGA PADOHA.
Siboru Deak Parujar menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga.
"OK," katanya. "Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah sembuhkan."
Siboru Deak Parujar berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia meminta alat pemasung untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga Padoha berhasil dipasung hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua tengah (Banua Toru). Bila terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.
Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali ke Benua Atas.
Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus RAJA ODAP ODAP untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit.
Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar : RAJA IHAT MANISIA (laki-laki) dan BORU ITAM MANISIA (perempuan).
Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak laki laki : RAJA MIOK MIOK, PATUNDAL NA BEGU dan AJI LAPAS LAPAS. Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka berselisih paham.
Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3 cucu dari Engbanua yaitu : RAJA UJUNG, RAJA BONANG BONANG dan RAJA JAU. Konon Raja Ujung menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias. Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN DEBATA, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI LELUHUR ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK BUHIT!


Web Master:
Ernest Walton Simbolon
Jl. Haranggaol No.19 Parapat
Sumatera Utara
Telepon (0625) 41-061

HORAS

Adalah salam khas orang Batak yang berarti selamat, salam sejahtera, yang kerap diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bila 2 orang atau lebih bertemu.
Padanan kata horas adalah Mejuah-juah (Batak Karo, Batak Pakpak), Yahobu dari daerah Nias. Sedangkan Ahoiii! adalah salam khas daerah pesisir Melayu di Sumatera Utara.
Horas bisa juga berarti selamat jalan/datang, selamat pagi/siang/malam dan lain lain yang maknanya baik. Karena populernya kata horas, orang-orang non Batak juga sering mengucapkan kata tersebut jika bertemu dengan orang Batak.
 

ULOS BATAK

Secara harafiah, ulos berarti selimut, pemberi kehangatan badaniah dari terpaan udara dingin.
Menurut pemikiran leluhur Batak, ada 3 (tiga) sumber kehangatan : (1) matahari, (2) api, dan (3) ulos.
Dari ketiga sumber kehangatan tersebut, ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Matahari sebagai sumber utama kehangatan tidak kita peroleh malam hari, dan api dapat menjadi bencana jika lalai menggunakannya.
Dalam pengertian adat Batak "mangulosi" (memberikan ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.
Biasanya pemberi ulos adalah orangtua kepada anak-anaknya, hula-hula kepada boru.
Ulos terdiri dari berbagai jenis dan motif yang masing-masing memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dalam upacara adat yang bagaimana.
Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang "non Batak" bisa diartikan penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.
Misalnya pemberian ulos kepada Presiden atau Pejabat diiringi ucapan semoga dalam menjalankan tugas tugas ia selalu dalam kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya.
Ulos juga digunakan sebagai busana, misalnya untuk busana pengantin yang menggambarkan kekerabatan Dalihan Natolu, terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung).
 

DALIHAN NA TOLU, TOLU SAHUNDULAN

Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba) atau TOLU SAHUNDULAN (bahasa Simalungun).
Dalihan dapat diterjemahkan sebagai "tungku" dan "sahundulan" sebagai "posisi duduk".
Keduanya mengandung arti yang sama, 3 POSISI PENTING dalam kekerabatan orang Batak, yaitu:
 
  1. HULA HULA atau TONDONG, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut SOMBA SOMBA MARHULA HULA yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.
  2. DONGAN TUBU atau SANINA, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya "sejajar", yaitu: teman/saudara semarga sehingga disebut MANAT MARDONGAN TUBU, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
  3. BORU, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut ELEK MARBORU artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
 
 
 
Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi BORU.
Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang.
 
Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat.
Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya.Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM DEMOKRASI Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal.
 

PEMBAGIAN ORANG BATAK

Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:
 
  1. Batak Toba (Tapanuli), mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan Bahasa Batak Toba.
  2. Batak Simalungun, mendiami Kabupaten Simalungun dan menggunakan Bahasa Batak Simalungun.
  3. Batak Karo, mendiami Kabupaten Karo dan menggunakan Bahasa Batak Karo.
  4. Batak Mandailing, mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan dan menggunakan Bahasa Batak Mandailing.
  5. Batak Pakpak, mendiami Kabupaten Dairi dan menggunakan Bahasa Pakpak.
 
 
 
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga-marga seperti halnya orang Batak.
 

SEJARAH MARGA BATAK

SILSILAH ATAU TAROMBO BATAK
SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu:
1. Guru Tatea Bulan
2. Raja Isombaon
GURU TATEA BULAN
Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
* Putra (sesuai urutan):
1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan
2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)
3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)
5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)
*Putri:
1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon
3. Si Boru Biding Laut
4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).
Tatea Bulan artinya “Tertayang Bulan” = “Tertatang Bulan”. Raja Isombaon (Raja Isumbaon)
Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1. Golongan Tatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.
2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.
PENJABARAN
* RAJA UTI
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi (kira-kira 175 cm), eperti orang barat. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual etap berpusat pada Raja Uti.
* SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki).
Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.
Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.
Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si Raja Babiat. Di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.
Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daerah Angkola dan seterusnya ke Barus.
SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
* Putra:
1.. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
2. Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.
3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
4. Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.
* Putri :
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.
Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.
SINAGA
Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.
PANDIANGAN
Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.
NAINGGOLAN
Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.
SIMATUPANG
Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.
ARITONANG
Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.
SIREGAR
Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.
* SI RAJA BORBOR
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.
Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
1. Datu Dalu (Sahangmaima).
2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.
3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.
4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.
5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.
6. Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.
Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
2. Tinendang, Tangkar.
3. Matondang.
4. Saruksuk.
5. Tarihoran.
6. Parapat.
7. Rangkuti.
Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.
Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.
SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.
SILAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Malau
2. Manik
3. Ambarita
4. Gurning
Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
I. Ambarita Lumban Pea
II. Ambarita Lumban Pining
Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan
2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.
Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)
2. Op Raja Marihot
3. Op Marhajang
4. Op Rajani Umbul
Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).
Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.
Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki
1. Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu
Keturunan Op Sohailoan saat ini antara lain Op Josep (Pak Beluana di Palembang)
2. Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon
Keturunan antara lain J ambarita Bekasi,
3. Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.
Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita
TUAN SORIMANGARAJA
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.
2. Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.
c. Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).
Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.
Si Boru Biding Laut
Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)
Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.
Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon.
2. Tamba Ttua, keturunannya bermarga Tamba.
3. Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi.
4. Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte).
Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung):
SIMBOLON
Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.
TAMBA
Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.
SARAGI
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.
MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.
Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun.
Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.
Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.
Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:
1. Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.
2. Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.
3. Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.
4. Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
5. Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.
NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.
Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:
Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.
Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.
NAI SUANON (tuan sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.
Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
1. Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan.
2. Si Paet Tua.
3. Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi.
4. Si Raja Oloan.
5. Si Raja Huta Lima.
Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
a. Si Raja Sumba.
b. Si Raja Sobu.
c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.
Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Tampubolon, Barimbing, Silaen.
2. Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
3. Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
4. Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.
Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
2. Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
3. Pangaribuan, Hutapea.
Keturunan si Lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sihaloho.
2. Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
3. Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
4. Sidabutar.
5. Sidabariba, Solia.
6. Sidebang, Boliala.
7. Pintubatu, Sigiro.
8. Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.
Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
2. Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
3. Bangkara.
4. Sinambela, Dairi.
5. Sihite, Sileang.
6. Simanullang.
Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Maha.
2. Sambo.
3. Pardosi, Sembiring Meliala.
Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
2. Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.
Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sitompul.
2. Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.
Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.
2. Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.
(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.
***
DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).
Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:
“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;
Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”
artinya:
“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang);
Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”
Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
1. Marbun dengan Sihotang
2. Panjaitan dengan Manullang
3. Tampubolon dengan Sitompul.
4. Sitorus dengan Hutajulu – Hutahaean – Aruan.
5. Nahampun dengan Situmorang.
(Disadur dari buku “Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987)